Photo by Clay Banks on Unsplash

Bagaimana Menggunakan Culture Map Erin Mayer Dalam Memimpin International Software Development Team

MR. Sahputra

--

Hampir setiap proyek pengembangan perangkat lunak yang dikerjakan oleh perusahaan saya menggunakan tim yang tersebar dari beberapa negara selama beberapa tahun terakhir. Ada cukup banyak tantangan terutama dalam hal bahasa ketika berkomunikasi karena ada banyak juga talenta dari negara lain yang kurang mahir berbahasa inggris sehingga ketika berkomunikasi dengan mereka saya menghabiskan waktu cukup lama agar bisa memahami karakter masing-masing.

Diantara negara tersebut, saya paling banyak menggunakan talenta dari Rusia. Beberapa teman pemilik perusahaan lain sering merasa heran bagaimana saya bisa memimpin tim teknis dari Rusia karena ada banyak sekali tantangannya, biasanya saya hanya menceritakan latar belakang dimana tahun 2009 silam saya berkesempatan bekerja dinegara eropa timur, yaitu Georgia dan Armenia. Beberapa negara Eropa timur pernah masuk dalam Uni Sovyet dari tahun 1922–1991 sehingga mereka mewarisi karakteristik yang mirip-mirip dengan Rusia. Meskipun cukup singkat, namun saya alhamdulillah sedikit banyak berhasil memahami karakteristik mereka. Mereka memiliki kemampuan teknis dalam bidang komputer yang sangat luar biasa namun memang cukup sulit dipahami karakter manusianya. Namun ketika kita berhasil memahami karakter mereka maka kita ibaratnya seperti memiliki senjata luar biasa untuk menyelesaikan tantangan demi tantangan dalam membangun produk di dunia IT. Hal yang sama saya yakin terjadi pada perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Facebook, karena ada cukup banyak talenta dari Eropa timur khususnya Rusia dalam core team mereka.

Ketika menceritakan berdasarkan pengalaman maka ada banyak sekali yang harus disampaikan, dan belum tentu juga sesuai dengan latar belakang teman saya sehingga seringkali tidak bisa relate dengan konteks yang saya ceritakan.

Belakangan saya menemukan buku yang menurut saya bisa menjadi rujukan. Judulnya “The Culture Map” karya Erin Meyer.

Tentu saja isinya bukan hanya terkait negara Rusia, namun terdapat beragam contoh negara-negara lain beserta latar belakangnya. Bagus banget. Saya rekomendasikan bagi pembaca tulisan ini apabila banyak berhubungan dengan masyarakat internasional terutama di era global dimana batasan negara sudah menghilang melalui interaksi di Internet.

Saya akan ceritakan satu contoh terkait talenta dari Rusia yang terjadi baru-baru ini untuk menunjukan bagaimana Culture Map bisa menjadi alat bantu kita.

Jadi pada salah satu proyek pengembangan perangkat lunak untuk client di suatu region diluar Indonesia saya menggunakan tim full dari Rusia. Berhubung Rusia saat ini masih di blokir oleh dunia internasional maka banyak dari mereka tinggal tersebar di beberapa negara, mekanisme pembayaran pun menggunakan kripto currency. Dengan demikian memang cukup sulit untuk mengatur waktu buat meeting karena perbedaan timezone sehingga komunikasi terbatas menggunakan alat bantu seperti workspace, chat, dsb.

Hal menarik terjadi ketika diskusi terkait design UI/UX. Sejak awal saya sudah meminta tim untuk membuat design yang bagus banget karena produk yang dibuat ini datanya banyak sekali sehingga ketika ditampilkan harus sangat intuitive. Hal lain yang saya tekankan adalah saya ingin user-nya having fun sehingga saya meminta design bergaya futuristic gamification.

Pada iterasi scrum pertama, hasilnya tidak memuaskan. Sehingga saya meminta rekan yang menjadi team leader untuk mencari talenta lain yang lebih senior karena saya tidak suka dengan design yang dibuat oleh talenta pertama. Sehingga dicarilah talenta Rusia lain yang lebih senior.

Saya memberikan contoh referensi-referensi seperti berikut ini:

Semuanya berhubungan dengan style “Game” dan “Futuristic”. Namun kemudian saya mengirimkan satu referensi berbeda dengan harapan bisa digabungkan sehingga siapa tau bisa menghasilkan konsep design baru yang lebih menarik.

Setelah cukup lama menunggu, saya belum mendapatkan kabar dari designernya. Sempat saya pertanyakan namun dijawab oleh team leadernya bahwa designer tersebut memang kerjanya lama tapi hasilnya bagus, liat aja nanti kata dia. Okelah, toh masih ada waktu tersisa, begitu pemikiran saya.

Selang beberapa waktu kemudian, masih belum ada design yang final. Karena saya push akhirnya dikeluarkan satu bentuk design UI/UX. Saya lihat hasilnya, sebenarnya cukup bagus namun cukup bagus saja tidak memuaskan bagi saya sehingga saya bertanya kenapa tidak bisa lebih baik lagi.

Belakangan baru disampaikan bahwa designernya bingung karena ada dua contoh referensi berbeda. Yang pertama berlatar belakang futuristic dan gamification, sedangkan yang kedua “home service” merupakan futuristic dengan glassmorphism.

Saya bertanya, “kenapa tidak bilang dari awal sehingga bisa saya jelaskan lebih detail, atau setidaknya mana yang sebaiknya dipilih jadi tidak perlu memasukan semua apabila tidak bisa”. Jawabannya membuat saya tersadar bahwa saya melakukan kesalahan ketika berinteraksi dengan designer tersebut. Saya melupakan Culture Map.

Perhatikan Culture Map berikut ini,

Culture Map diatas menggambarkan perbedaan antara orang Israel dan orang Rusia.

Misalnya, dalam hal komunikasi, orang Rusia cenderung menggunakan High-context sedangkan orang Israel cenderung menggunakan Low-context. High-context artinya ketika berbicara dengan orang Rusia butuh straight to the point, jelas, tidak perlu berbasa basi, dan mereka akan get the things done.

Poin lain adalah dalam hal Trusting, maka orang Rusia dan orang Israel memiliki kecenderungan yang sama yaitu berdasarkan Relationship. Hubungan saya dengan talenta dari Rusia mengalir dari satu orang ke orang lain dimulai ketika tahun 2018 silam saya menggunakan satu talenta melalui platform Upwork untuk proyek Face Recognition. Ketika saya mengerjakan proyek bidang lain maka dia mereferensikan rekannya dan rekannya percaya karena saya direkomendasikan oleh orang yang pernah kerja bareng saya, begitu seterusnya.

Nah, tantangan yang saya lupakan pada situasi diatas adalah dalam hal “Leading” dan “Deciding”. Rusia cenderung “Hierarchical” dan “Top-Down”, artinya mereka bergerak sesuai instruksi dari atas. Dalam hal ini mereka menilai bahwasanya saya sebagai pemilik perusahaan yang meng-hire mereka, dan kebetulan role saya juga saat itu sebagai product owner sekaligus product manager pada proyek tersebut sehingga mereka tidak berani memutuskan sembarangan. Ketika diminta menggabungkan konsep design berbeda, designer berusaha mengerjakan namun tentu saja butuh waktu lebih lama daripada yang saya sediakan. Sementara saya lupa positioning saat itu (karena terlibat pekerjaan lain dengan role berbeda), sehingga saya meminta designer tersebut untuk “berpikir” dan “memutuskan”. Sehingga mereka bingung mau menjawab seperti apa.

Segera setelah saya menyadari kesalahan saya, dalam beberapa waktu saya memutuskan segalanya, mulai dari warna, wireframe, logo, dan termasuk design style dimana saya sampaikan stick pada konsep “futuristic” dan “gamification” aja. Setelah itu pekerjaan mereka kembali lancar.

Ada banyaak sekali konsep-konsep yang dipaparkan oleh Erin Meyer pada buku tersebut. Saya sendiri kadang berulang kali mengulang halaman demi halaman karena tidak semuanya relate ketika membaca pertama kali sehingga harus kembali lagi ketika mengalaminya secara langsung.

Erin juga menjelaskan latar belakang kenapa orang dari suatu negara memiliki kecenderungan pada suatu hal, misalnya, karena sejarah sistem pemerintahan atau kekuasaan dinegaranya selama bertahun-tahun.

Apabila anda di Jakarta dan ingin membeli buku tersebut secara offline, saya belinya di periplus. Mungkin di toko online juga ada.

Recommended.

Semoga informasinya bermanfaat yah.. :)

--

--

No responses yet