Image by Zurly Ananda — https://www.facebook.com/zurly

Kapal Baru Sang Pelaut

MR. Sahputra
11 min readJan 4, 2017

Sudah jam 6 pagi namun matahari tidak kelihatan hari ini karena kabut menyelimuti area pinggir pantai. Suasana seperti ini selalu membuat bahagia masyarakat sekitar karena biasanya wilayah pinggir pantai selalu panas menyengat. Suasana pagi hari ini membuat banyak warga masih tenggelam dalam nikmatnya selimut tebal. Namun pagi itu seorang pelaut nampak sudah sibuk mempersiapkan setumpuk kayu besar untuk dibawa ke dermaga. Dermaga tersebut berisi beberapa buah kapal, salah satunya adalah sebuah kapal setengah jadi yang sedang dibangun oleh sang pelaut.

Ilustrasi diambil dari https://c2.staticflickr.com/4/3685/19858410145_9ee7333224_b.jpg

Suasana pagi yang indah membuat sang pelaut termenung sejenak ketika berada di dermaga. Dia kemudian naik ke salah satu galangan kapal milik rekannya untuk melihat kearah kota sekitar pantai. “Kota yang sangat indah“, begitu gumamnya sambil tersenyum. Setelah melihat kearah kota pinggir pantai dia membalikan badan untuk menatap lautan luas dibelakangnya. Suasana pagi yang berkabut membuat pandangan kearah lautan menjadi terhalang. Di kejauhan sorotan lampu mercusuar nampak masih menyala. Pikiran sang pelaut melayang sejenak mengenang masa lalu. Masa-masa sulit ketika dirinya masih berjuang keras melawan badai ditengah lautan luas. Berlayar dari satu tempat ke tempat lain yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Berjuang dari satu badai ke badai yang lain untuk bisa sampai pada tempat-tempat yang tidak pernah dia bayangkan.

Setiap badai menghasilkan pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Kondisi setiap laut juga berbeda-beda sehingga karakteristik badainya pun berbeda-beda. Seringkali setelah melalui suatu badai sulit tersebut kapal yang dia tumpangi sampai pada tempat yang luar biasa indah. Tempat tersebut ibarat hadiah perjuangan melawan serangan badai sebelumnya.

Masa-masa sulit yang indah kalau diingat lagi sekarang“, tiba-tiba dia bergumam sendiri. Teringat kembali olehnya masa-masa awal ketika menjadi seorang pelaut. Dia mulai dari sebuah kapal kecil yang melaut di samudera tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dari kapal kecil tersebut dia belajar banyak hal, mulai dari membersihkan galangan kapal, memasak dengan bahan seadanya, tali-temali & simpul dikapal, hingga belajar me-nakhodai kapal. Dia mempelajari segala hal dengan tekun. Setiap ada tantangan baru selalu membuat dirinya penasaran dan berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai tantangan baru tersebut. Dalam pikirannya setiap tantangan dan rintangan adalah puzzle yang harus diselesaikan dengan baik. Ibarat permainan, dia harus menang menghadapi berbagai macam tantangan dengan hasil terbaik. Keluh kesah selalu muncul, namun tidak pernah membuat semangatnya surut.

Setelah berbulan-bulan belajar pada kapal kecil tersebut, pada suatu hari dia melihat ke arah lautan lepas yang berada dikejauhan — tepat seperti yang dilakukannya hari ini yaitu memandang lautan dari pinggir dermaga. Saat itu dia mulai berpikir tantangan macam apa yang ada di samudera lepas sana. Dia berpikir apakah ilmunya saat ini — apakah jiwa dan raganya saat ini, sudah mampu menghadapi samudera luas tersebut?

Dari para pelaut senior dikota dia sering mendapatkan cerita berupa pengalaman-pengalaman menakjubkan mereka di samudera lain yang berbeda dengan samudera dimana biasa dia arungi selama ini. Mereka bercerita samudera-samudera tersebut memiliki berbagai macam tantangan. Seorang pelaut dituntut untuk memiliki mental yang kuat, jiwa yang tangguh, serta pikiran yang cerdas agar dapat mengarungi samudera diluar sana. Bukan hanya badai mengerikan yang akan kita hadapi namun juga karakteristik penghuni pulau-pulau tempat kita berlabuh akan sangat berbeda. Sang pelaut selalu mendengarkan cerita mereka dengan seksama dengan harapan bisa menjadi pelajaran bagi dirinya ketika menghadapi samudera-samudera tersebut kelak.

Ketika memandang lautan lepas sambil mengingat cerita para senior tersebut tekadnya menjadi bulat, dia harus menguji samudera-samudera tersebut. Dia harus merasakan badai macam apa yang ada di samudera-samudera tersebut, orang-orang seperti apa yang akan dia temui, dan tempat seindah apa yang akan dia kunjungi diseberang sana. Ilmunya memang belum cukup matang saat itu, dan jiwa serta raganya masih belum terbukti mampu bertahan di samudera lain selain samudera kecil dekat tempat tinggalnya. Namun tekadnya sangat besar. Dia selalu mengingat kata-kata gurunya ketika masih belajar dulu,

Manusia akan terus — dan harus terus belajar kapanpun dimanapun.

Tidak ada yang tidak mungkin. Apabila para seniornya mampu melewati badai samudera lain tentu dia juga akan mampu melewatinya asalkan dengan kesungguhan dan tekad yang kuat. Saat itulah dia memutuskan untuk berhenti melaut dengan kapal kecil serta rekan-rekan yang telah menemaninya selama berbulan-bulan untuk kemudian berlayar dengan kapalnya sendiri menuju lautan lepas.

Petualangan Mengarungi Samudera

Sang pelaut menghabiskan beberapa tahun berikutnya berlayar melalui berbagai samudera. Walaupun belum semua samudera dilewati namun pengalaman yang ada sudah memberikan pelajaran sangat berharga dalam hidupnya. Pengalaman-pengalaman hidup yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sang pelaut tidak menghabiskan waktu seorang diri didalam kapal. Didalam kapalnya hadir seorang istri yang dengan setia menemani sang pelaut mengarungi beragam samudera. Istri yang secara tidak sengaja dia temukan ketika berlabuh pada salah satu pulau. Susah senang mengarungi samudera kemudian dilalui bersama walaupun kadang terasa sangat menyakitkan.

Petualangan berlanjut dengan kehadiran seorang anak yang menemani sang pelaut diatas kapal mengarungi samudera melawan berbagai macam badai. Kehadiran istri dan anak tentunya menambah warna tersendiri bagi petualangan sang pelaut. Kerasnya badai acap kali menjadi lebih mudah dilewati karena hadirnya mereka berdua. Namun tidak jarang juga justru menjadi lebih sulit dihadapi. Misalnya, ketika suatu badai besar datang, anak sang pelaut justru bermain dengan riang gembira diatas tiang galangan kapal sambil bersenandung. Sang pelaut harus berjuang keras menyelamatkan anaknya sekaligus mengatur jalannya kapal agar tidak tenggelam.

Tahun-tahun berlalu hingga tiba saatnya sang istri hamil anak kedua. Saat sang istri hamil kapal mereka sedang menuju suatu samudera baru. Ketika anak kedua mereka baru saja hadir dalam kehidupan, kapal tersebut mulai diserang badai ganas. Badai tersebut tetap menerjang selama beberapa minggu. Badai tersebut luar biasa ganasnya, entah mengapa sang pelaut dan kapalnya mulai tidak siap untuk menghadapi badai tersebut. Pengalamannya selama ini ternyata masih belum cukup baik. Ilmunya belum cukup tinggi. Persiapannya belum cukup matang untuk samudera tersebut. Kapalnya perlahan-lahan mulai hancur berantakan. Kebocoran terjadi dimana-mana. Layarnya mulai sobek disana-sini. Persediaan makanan dikapal pun semakin hari semakin menipis. “Samudera yang sangat kejam“, begitu pikirnya. Apa yang salah? Kenapa kemampuannya menghadapi berbagai macam badai selama ini tidak berhasil pada samudera ini?

http://www.occultopedia.com/images_/giant-waves.jpg

Badai tersebut tidak menunjukan tanda-tanda akan berakhir. Hingga pada suatu hari sang pelaut melihat kearah istri tercinta yang sedang kerepotan mengurus anak-anak mereka yang masih kecil dengan kondisi kapal hampir karam dan persediaan makanan minim. Istrinya selalu percaya pada sang pelaut sebagai nakhoda kapal. Dia percaya sang pelaut adalah nakhoda kapal yang tangguh dan tidak akan pernah menyerah. Namun kalaupun ternyata kapal tersebut harus karam oleh badai dan mereka tenggelam maka dia akan tetap menemani sang pelaut hingga akhir hayatnya. Sang istri hanya bisa tersenyum ketika sang pelaut melihat kearahnya. Sang pelaut tidak ingin kapal tersebut karam. Apabila karam dengan kondisi dia seorang diri berada didalam kapal maka tidak menjadi masalah besar karena hanya dia seorang yang akan menderita, namun ketika karam dengan membawa serta istri dan anak-anaknya maka hal tersebut tidak boleh terjadi.

Dengan sisa-sisa kapal yang masih mampu berlayar sang pelaut berusaha mengirimkan sinyal SOS berulang kali berharap ada petunjuk untuk keluar dari samudera tersebut. Dengan segala kemampuan yang dia miliki untuk mempertahankan posisi kapal agar tidak karam — dan hati yang selalu berdoa agar bisa keluar dari badai, dia berharap akan ada yang mendengar sinyal SOS miliknya. Hingga pada akhirnya sinyal SOS tersebut pun dijawab.

Seorang pelaut senior kenalannya dari negara tetangga yang dahulu sempat bertemu disalah satu samudera menjawab sinyal SOS miliknya. Pelaut tersebut memberikan bantuan arah menggunakan salah satu cabang ilmu astronomi dengan mengamati rasi bintang dilangit. Rekan tersebut dalam waktu singkat mengajarkan ilmu perbintangan baru yang bisa digunakan agar dapat keluar dari samudera tempat sang pelaut dihantam badai. Dalam waktu singkat sang pelaut mempelajari ilmu baru tersebut dan serta merta mengarahkan kapalnya mengikuti petunjuk rasi bintang yang ada dilangit. Butuh waktu cukup lama dengan kondisi kapal hampir karam hingga akhirnya sang pelaut bisa melihat suatu titik terang dikejauhan. Dengan kondisi hujan deras, petir menyambar-nyambar, kapal yang setengah karam, sang pelaut memainkan posisi layar dengan sebaik-baiknya agar kapal bergerak menuju titik terang tersebut. Dia berharap titik terang itu merupakan jalan keluar dari badai ganas yang sedang menghantam.

Hingga pada akhirnya kapal mereka keluar dari badai menuju samudera yang lebih tenang. Seketika itu juga sang pelaut langsung bersujud penuh rasa syukur karena mereka berhasil melewati badai. Sang pelaut langsung masuk kedalam geladak untuk memberitahukan kepada istrinya bahwa mereka telah melewati badai. Namun meskipun sudah memasuki laut yang lebih tenang mereka harus secepatnya menemukan pulau terdekat untuk berlabuh karena kondisi kapal sudah rusak parah. Dari kejauhan sang pelaut melihat suatu daratan berbentuk teluk. Sang pelaut mengarahkan kapalnya menuju teluk tersebut dan kemudian berlabuh. Dia bersama keluarga kecilnya menghabiskan hidup beberapa tahun kemudian tinggal dikawasan teluk itu hingga hari ini.

A 16th century miniature of the citadel of Aleppo, Syria drawn by Ottoman polymath Matrakçı Nasuh. — Lost Islamic History’s Facebook Page

Negeri Teluk Seribu Menara

Setiap satu kesulitan dilewati akan bertemu dengan kemudahan. Hukum tersebut masih tetap berlaku hingga pengalaman terakhirnya berlayar. Kawasan teluk tempat dia berlabuh adalah negeri yang sangat indah. Walaupun pada awalnya cukup kesulitan untuk beradaptasi namun pada akhirnya dia dan keluarga kecilnya mulai bisa menikmati hidup di kawasan tersebut. Uniknya negeri yang menguasai kawasan tersebut merupakan tempat tujuan akhir para pelaut yang berasal dari segala penjuru dunia. Mereka menghabiskan masa pensiun dinegeri tersebut. Negeri yang disebut sebagai negeri seribu menara itu sangat aman dan nyaman. Setelah pengalaman terakhirnya berlayar sang pelaut merasa mengarungi samudera bukanlah kehidupan yang cocok lagi untuknya. Sang pelaut memilih pekerjaan baru sebagai tukang kayu pada badan usaha milik salah satu saudagar kaya di negeri sembilan menara. Dia menjadi salah satu orang kepercayaan sang saudagar. Hidupnya beserta keluarganya sangat nyaman. Sang pelaut kaya akan pengalaman hidup menghadapi berbagai macam tantangan sebelumnya sehingga dengan pengalamannya tersebut dia mampu menyelesaikan semua pekerjaan tukang kayu dengan baik. Dia senantiasa belajar dengan tekun agar menjadi tukang kayu yang handal. Bersama tim saudagar kaya tersebut dia membangun beberapa bangunan besar di negeri teluk seribu menara.

Namun pelaut tetaplah seorang pelaut. Dikala malam hari datang, dikala anak-anak dan istrinya sudah terlelap, sang pelaut sering berjalan kearah dermaga dan memandang kearah lautan lepas. Dengan ditemani angin pantai malam hari dia masih suka mengenang masa-masa ketika berpetualang menghadapi badai. Sang pelaut bahagia dengan kehidupan dan pekerjaannya sekarang namun jauh didalam lubuk hatinya dia selalu merasa bahwa hidupnya adalah dilautan lepas berhadapan dengan badai yang kejam. Berkelit dari satu badai ke badai lainnya. Keluar dari satu samudera ke samudera lainnya. Berkunjung dari satu pulau ke pulau lainnya untuk menemukan keindahan serta keunikan masing-masing pulau. Dia selalu merasa belum waktunya untuk berlabuh. Masih ada samudera lain yang belum sempat dia singgahi. Dia belum ingin menghabiskan sisa hidupnya di kawasan yang tenang dan indah ini. Dia ingin menghabiskan waktunya bergelut dengan badai hingga mencapai batas akhir jiwa dan raganya. Suatu saat nanti apabila umurnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk berlayar maka pada saat itulah dia akan berhenti. Yang pasti bukan saat ini.

Sayangnya pengalaman terakhir ketika berhadapan dengan badai selalu membuat sang pelaut mengurungkan niatnya. Terlebih lagi ketika dia melihat anak-anaknya mulai tumbuh dewasa. Dia tidak ingin membayangkan anak-anaknya harus mengalami badai dahsyat seperti dahulu sehingga mengancam jiwa mereka.

Sang istri diam-diam mengetahui bahwa sang pelaut sering mengunjungi dermaga. Sang istri pernah mengendap-endap mengikuti sang pelaut pada suatu malam, dia ingin tahu kemana orang yang sangat dicintainya itu pergi dimalam hari. Saat itulah dia melihat sang pelaut ternyata merenung dipojokan dermaga. Perasaan sang istri bercampur aduk, disatu sisi dia paham bahwa sang pelaut jiwa dan raganya milik lautan lepas, namun disisi lain dia tidak ingin sang pelaut mengalami masa-masa seperti badai terakhir yang mereka alami. Dia masih ingat sekali saat kapal mereka hampir karam mata sang pelaut yang selalu penuh harapan dan optimisme tiba-tiba meredup. Mata tersebut menunjukan bahwa sang pelaut sempat merasa putus asa saat itu. Dia paham betul bahwa sang pelaut sangat mencintai keluarganya. Dia memahami bahwa beban yang ada dipundak sang pelaut sangat besar kala itu karena dia beserta anak-anaknya ikut hadir didalam kapal. Andai saja mereka tidak berada didalam kapal bersama sang pelaut mungkin beban sang pelaut tidak akan sebesar itu dan sang pelaut akan lebih mudah menyelamatkan dirinya sendiri. Dia juga menyadari bahwa dirinya tidak mengerti apapun tentang ilmu kelautan, dia hanya mempercayakan segala sesuatunya pada sang pelaut sebagai nakhoda kapal. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika badai datang.

Memahami keinginan orang yang sangat dicintainya itu maka sang istri diam-diam mulai belajar hal baru. Hal-hal yang dibutuhkan dalam dunia kelautan. Dia mempersiapkan diri agar apabila suatu saat nanti sang pelaut ingin berlayar kembali menuju samudera maka mereka sudah lebih siap daripada sebelumnya. Ketika sang istri menyampaikan bahwa dia tidak keberatan apabila sang pelaut ingin kembali berlayar maka sang pelaut merasa senang sekali. Sang pelaut berdiskusi cukup lama dengan sang istri mengenai persiapan apa saja yang sekiranya mereka butuhkan untuk kembali berlayar. Walaupun sama-sama tidak yakin namun mereka tetap mempersiapkan diri untuk hari ketika mereka akan kembali berlayar.

Kehidupan di negeri teluk seribu menara juga memberikan banyak pelajaran sangat berharga bagi sang pelaut. Di negeri tersebut berlabuh para pensiunan pelaut yang senantiasa membangi pengalaman hidup mereka ketika menghadapi berbagai macam samudera didunia. Dengan cermat sang pelaut mempelajari setiap nasihat, setiap pengalaman hidup, serta wejangan-wejangan yang diberikan sebagai bahan persiapan menghadapi petualangan barunya kelak.

Tidak lupa sang pelaut juga mempersiapkan mental anak-anaknya agar siap menghadapi kerasnya hidup dilautan kelak. Sang pelaut tidak ingin berpisah dengan anak-anaknya sehingga dengan sebaik mungkin dia membekali mereka agar siap berlayar. Pengalaman hidup adalah guru yang terbaik. Dia ingin anak-anaknya juga tumbuh menjadi manusia-manusia yang tangguh dengan cara berlayar dan menghadapi berbagai macam tantangan di samudera lepas. Pengalaman hidup tersebut akan sangat berharga bagi mereka kelak sehingga sesusah apapun kehidupan yang mereka jalani ketika dewasa dapat dijalani dengan baik.

Sang saudagar kaya pemilik usaha kayu di negeri seribu menara sangat menyayangkan rencana sang pelaut. Dia ingin sang pelaut menetap lebih lama lagi, apalagi saat ini mereka sedang bersaing dengan perusahaan kayu lain. Dia ingin sang pelaut menjadi bagian penting pertahanan menghadapi gempuran strategi lawan. Mereka sudah memiliki tim yang sangat solid, kepergian sang pelaut akan membuat peta kekuatan berubah.

Namun disaat yang sama sang saudagar memahami keinginan sang pelaut. Sang pelaut telah menyampaikan kepadanya bahwa hidupnya adalah dilautan lepas. Meskipun sang pelaut menikmati pekerjaan sebagai tukang kayu namun jiwanya adalah jiwa petualang, jiwa pelaut. Dia mengatakan bahwa sebahagia apapun kehidupannya saat ini tidak lebih bahagia daripada ketika dirinya berjuang mengarungi samudera luas. Sang saudagar menyerah dan pada akhirnya mengatakan, “let me know when you set your sail, I will try to find somebody to replace you. Please help me to prepare him to be as good as you are before you’re leaving.

Bulan demi bulan berlalu. Persiapan sudah semakin matang. Sang pelaut menyadari bahwa tidak ada persiapan yang seratus persen sempurna. Ketidaksempurnaan adalah suatu bentuk kesempurnaan. Kita tidak akan pernah tahu badai seperti apa yang akan menerjang kelak. Kita hanya perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan kemudian berserah diri kepada-NYA.

Tanpa terasa matahari tahun baru mulai menghangatkan tubuh sang pelaut. Dia menatap matahari yang sinarnya mulai menerobos masuk tabir kabut yang sejak pagi tadi menutupi langit. Matanya menatap kapal baru miliknya yang sudah hampir jadi. Ketika langit sudah mulai cerah dia mengambil teropong dari dalam tas dan mengarahkannya kearah tenggara. Bahkan dari dermaga tempat dia berdiri awan hitam pekat samudera yang membuat kapalnya nyaris karam 7 tahun silam masih bisa terlihat walaupun hanya sedikit. Dari samudera tersebut dia akan memulai kembali petualangan sebagai seorang pelaut.

Tekadnya sudah bulat. Dia akan berlayar menggunakan kapal baru miliknya beserta istri dan anak-anak untuk kembali mengarungi luasnya samudera.

Pelaut akan tetap menjadi seorang pelaut.
Samudera adalah tempatnya.
Badai adalah lawannya.
Tempat-tempat baru adalah tujuannya.
Petualangan babak baru akan segera dimulai.
Dalam masa enam purnama.

Sang Pelaut.
al-jazīra al-ʿarabiyya.

--

--

No responses yet